718.200 BMI di Arab Pendidikannya SD
ilustrasi |
Sumbawa, Mayoritas Buruh Migran Indonesia ( BMI) yang bekerja di luar negeri berpendidikan rendah. Hal ini di perkuat oleh pernyataan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar waktu itu (2011) mengatakan tingkat pendidikan sebagian besar TKI yang berangkat ke luar negeri adalah sekolah dasar (SD) khusus dengan negara penempatan Timur Tengah dan Malaysia.
"Jumlahnya mencapai 51% dari total BMI yang berangkat ke luar negeri," kata Muhaimin dalam rapat kerja dengan tim khusus DPR penanganan TKI di Arab Saudi, Selasa (18/1) bebrapa tahun yang lalu.
Muhaimin menjelaskan, sebelumnya Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan BMI mengatur tingkat pendidikan minimal sekolah menengah pertama.
Lalu, Mahkamah Konstitusi meninjau kembali ketentuan itu dan memutuskan pendidikan minimal SD atau bisa baca tulis.
Lalu, Mahkamah Konstitusi meninjau kembali ketentuan itu dan memutuskan pendidikan minimal SD atau bisa baca tulis.
Selain itu, gaji minimal sebesar Rp 1,5 juta menjadi daya tarik mereka yang berpendidikan rendah menjadi BMI. "Sehingga sangat menggiurkan karena bagi lulusan SD tentu saja nyari gaji 50 ribu atau 200 ribu di desa saja sangat susah," imbuhnya.
Adapun penawaran penempatan tertinggi BMI untuk negara Arab Saudi dan Malaysia. Muhaimin menjelaskan total BMI di Malaysia mencapai 2 juta orang dan 1,2 juta orang berada di Arab Saudi.
Menurut Muhaimin, pemerintah menggelar pelatihan 200 jam kerja sebagai solusi untuk mengatasi tingkat pendidikan yang rendah.
Menurut Muhaimin, pemerintah menggelar pelatihan 200 jam kerja sebagai solusi untuk mengatasi tingkat pendidikan yang rendah.
"Penerapan sistem pelatihan 200 jam kerja mutlak,
Meski demikian, kata Muhaimin, masih ada saja pelanggaran berupa sertifikat palsu".
Makanya, pemerintah membuat sistem pendaftaran dan absensi online untuk pelatihan 200 jam oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan BMI. Sehingga tidak ada BMI yang bisa lulus tanpa melalui absen yang dikontrol secara elektronik dan online.
Makanya, pemerintah membuat sistem pendaftaran dan absensi online untuk pelatihan 200 jam oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan BMI. Sehingga tidak ada BMI yang bisa lulus tanpa melalui absen yang dikontrol secara elektronik dan online.
Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansur (kanan)
bersama Ketua Delegasi Komisi I DPR RI Guntur Sasono saat Delegasi
Komisi I melakukan kunjungan fungsi pengawasan ke KJRI Jeddah
Jumlah BMI di Arab Saudi mencapai jumlah 1,2 juta orang. Jumlah ini menempatkan Indonesia di urutan ke-4 negara pemasok tenaga kerja di Arab Saudi bersama Mesir, Pakistan dan Filipina.
Demikian disampaikan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansur di hadapan delegasi Komisi I DPR RI dan sejumlah wartawan di KJRI Jeddah beberapa waktu lalu.
Persoalan kemudian muncul ketika dari jumlah tersebut, sekitar 718.200 BMI tersebut berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian spesifik.
"718.200 di antaranya tingkat pendidikannya maksimum SD dan banyak yang buta huruf," ujar Gatot.
Menurut Gatot, dengan tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah bahkan cukup banyak yang buta huruf, tenaga kerja asal Indonesia memang berpotensi mengalami masalah hukum di Arab Saudi atau bahkan menjadi korban perdagangan orang.
Hal ini menurut Gatot diantaranya disebabkan ketidaktahuan para BMI mengenai hukum, budaya, ataupun norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Saudi.
Kebanyakan pekerja asal Indonesia (90 % dari total atau sekitar 1.080.000 orang) bekerja di sektor informal dan kebanyakan pekerja wanita yang bekerja di sektor rumah tangga.
Menurutnya, hal ini berbeda dengan tenaga kerja dari negara lain, ia mengambil contoh India yang mayoritas merupakan pekerja laki-laki dan yang terpenting mayoritas dari mereka adalah tenaga kerja formal yang memiliki skill.
"Jadi mereka mampu mengurus persoalan secara mandiri. Ditambah mereka didukung pula oleh civil cociety," tuturnya.
Untuk menanggulangi ini, menurutnya perlu dilakukan perbaikan proses rekrutmen tenaga kerja Indonesia yang akan dikirim ke luar negeri. Ia menyarankan tenga kerja yang dikirim memiliki kemampuan dan skill minimal yang diperlukan.
"Perlu peningkatan SDM calon BMI yang akan bekerja dengan peningkatan pendidikan dan pemberian training ketenagakerjaan," tandasnya.
Jumlah BMI di Arab Saudi mencapai jumlah 1,2 juta orang. Jumlah ini menempatkan Indonesia di urutan ke-4 negara pemasok tenaga kerja di Arab Saudi bersama Mesir, Pakistan dan Filipina.
Demikian disampaikan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansur di hadapan delegasi Komisi I DPR RI dan sejumlah wartawan di KJRI Jeddah beberapa waktu lalu.
Persoalan kemudian muncul ketika dari jumlah tersebut, sekitar 718.200 BMI tersebut berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian spesifik.
"718.200 di antaranya tingkat pendidikannya maksimum SD dan banyak yang buta huruf," ujar Gatot.
Menurut Gatot, dengan tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah bahkan cukup banyak yang buta huruf, tenaga kerja asal Indonesia memang berpotensi mengalami masalah hukum di Arab Saudi atau bahkan menjadi korban perdagangan orang.
Hal ini menurut Gatot diantaranya disebabkan ketidaktahuan para BMI mengenai hukum, budaya, ataupun norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Saudi.
Kebanyakan pekerja asal Indonesia (90 % dari total atau sekitar 1.080.000 orang) bekerja di sektor informal dan kebanyakan pekerja wanita yang bekerja di sektor rumah tangga.
Menurutnya, hal ini berbeda dengan tenaga kerja dari negara lain, ia mengambil contoh India yang mayoritas merupakan pekerja laki-laki dan yang terpenting mayoritas dari mereka adalah tenaga kerja formal yang memiliki skill.
"Jadi mereka mampu mengurus persoalan secara mandiri. Ditambah mereka didukung pula oleh civil cociety," tuturnya.
Untuk menanggulangi ini, menurutnya perlu dilakukan perbaikan proses rekrutmen tenaga kerja Indonesia yang akan dikirim ke luar negeri. Ia menyarankan tenga kerja yang dikirim memiliki kemampuan dan skill minimal yang diperlukan.
"Perlu peningkatan SDM calon BMI yang akan bekerja dengan peningkatan pendidikan dan pemberian training ketenagakerjaan," tandasnya.