Stop Generasi Perbudakan!

Stop Generasi Perbudakan!
Perbudakan
SBMISUMBAWA, SUMBAWA - Beberapa rentetan kasus yang terjadi di bumi pertiwi mulai dari praktek perbudakan yang terjadi terhadap Buruh secara keseluruhan dan praktek melegalkan Buruh Migran Murah ke luar Negeri dan Praktek Penjualan manusia secara besar-besaran atau trafficking dan kasus semakin meningkat dari jumlah sekitar 8 juta penduduk indonesia melakukan imigrasi secra terpaksa.

Dengan ditemukannya beberapa Fakta dalam penyekapan Beberapa calon BMI yang nonformal atau pembantu rumah tangga (PRT) yang siap di berangkatakan dengan negara tujuan Timur Tengah Khususnya dan beberapa kasus-kasus lainya di beberapa Daerah khusus kantong BMI.


Dan sekitar 5.000 BMI di malaysia di tangkap dan di devortasi ke indonesia dengan alasan an.dokumen serta beberapa kasus di Timur tengah (overstay) ratusan ribu BMI. dan Ratusan sodara kita di luar Negeri terancam hukuman mati serta kasusus pelecehan dan beberapa BMI terbunuh tertembak di Malaysia dan pemalsuan dokumen serta di bawah umur dengan modus  di jadikan pekerja di luar negeri.

Dalam beberapa kasus yang terjadi secara rentetan tersebut di atas tak jarang yang juga melibatkan anak di bawah umur itu, ditemukan modus perlakuan hingga di luar batas-batas perikemanusiaan yang dimana beberapa tahun lalu Lembaga Pemerhati BMI di Sumbawa NTB menemukan praktek beberapa calo mulai masuk di sekolah-sekolah menengah untuk mencari bakal calon pekerja migran dengan menawarkan untuk bekerja di sebuah perusahaan perhotelan dan lestoran yang hingga berujung pada penipuan dan tak sesuai prosedur sebagai pekerja migran yang syah.


Dan beberapa kejadian yang menimpa saudari kita yang masih di bawah umur di penampungan PJTKI yang untungnya waktu itu dia sempat di selamatkan sebelum di berangkatkan ke negara penempatan di Timur tengah. 

Peluang praktik menciptakan Generasi perbudakan memang terbuka. Sejak lama, UU 39 2004 yang di sinyalir syarat dengan kepentingan mengingat lemahnya poin perlindungan dari beberapa pasal yang ada. Organisasi Buruh Internasional (ILO) juga menyebutkan pekerja rumah tangga masuk dalam sektor ekonomi nonformal serta perlu nya Ratifikasi C189 guna menyeragamkan upaya perlindungan secara menyeluruh bagi BMI dan sodara-sodara kita yang katanya adalah pahlawan Devisa. 

Majikan yang mempekerjakan mereka tergolong ”pemberi kerja”, bukan badan usaha, bukan pula ”pengusaha”, sehingga para pembantu tidak mendapat perlindungan yang mengacu pada Posisi pembantu makin lemah hingga kerap sekali mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, ketika hubungan antara Pekerja dan majikan hanya didasarkan pada Agenci yang kita saja tidak pernah tau PJTKI/PPTKIS ini bekerja sama dengan pihak agenci yang mana dan setiap Agenci ini juga tidak pernah di evaluasi dari tahun ke tahun.


Serta lemah nya sistem pengawasan mulai dari tingkatan terendah sekalipun Desa dan Kabupaten seerta ke tingkatan Pusat baik pengawasan terhadap PPTKIS dan yang tak kalah penting Pihak Imigrasi yang sama-sama kita ketahui penerbitan Pasvor/Visa kunjung semakin meningkat dari tahun ke tahun. 

Pembantu yang identik dengan ”pelayan/budak” khusunya di Timteng dan tunduk pada majikan, berkemungkinan ”diperbudak” dengan perlakuan yang melanggar hak asasi manusia. serta Hak-hak lainnya sebagai pekerja diabaikan, misalnya tidak mendapat libur, cuti, tidak dibayar gajinya, upah dipotong, juga tanpa jaminan asuransi ketika melebihi masa kontrak yang secara nyata tidak pernah diinginkan oleh pekerja itu sendiri Kita sangat prihatin atas ketidaksungguhan para elite birokrasi dan politik kita dalam melindungi PRT (BMI).

Apalagi Perwakilan Negara di wiyah negara penempatan sungguh tidak bisa berbuat apa-apa apalagi upaya pengawasan terhadap BMI sangat minim sekali dan justeru khusus di wilayah TIMTENG ada indikasi bahwa KJRI/KBRI justeru ada oknum yang bermain dalam upaya meraup keuntungan dalam hal ini. namun kembali lagi ke kebijakan dari pada pemimpin yang berkuasa. 


Buruh Migran merupakan fenomena pelik yang membutuhkan respons kebijakan komprehensif dan tanggung jawab pemerintah dan semua elemen. Rasanya tidak bijaksana pemerintah menjadikan BMI sebagai salah satu upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, tanpa perlindungan memadai. 

Sebagai bangsa dan negara yang beradab dan bermartabat, sudah selayaknya kita memposisikan BMI sebagai pilar dalam pembangunan ekonomi negara mengingat berapa cadangan devisa dan remitanc yang telah mereka sumbangkan terhadap negara dan perputaran ekonomi di tanah pertiwi ini, Namun di satu sisi bila kita melihat perlindungan terhadap BMI dewasa ini dan penghargaan secara manusiawi sebagai pekerja dan pahlawan yang bermartabat sungguhlah berseberangan dari pada Hak-haknya sebagai warga negara.


Deklarasi pekerja migran (Sebagai contoh)
Harapan sempat muncul ketika ASEAN berhasil merumuskan ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Deklarasi ditandatangani oleh 10 kepala negara dalam KTT ASEAN di Cebu, Filipina, Januari 2007. 


Dokumen ini_yang lahir lebih dahulu dari ASEAN Charter (Piagam ASEAN)—memandatkan adanya instrumen yang lebih operasional bagi perlindungan buruh migran yang bekerja di kawasan ASEAN. Namun, hingga tahun keempat setelah dokumen dilahirkan, tak pernah ada kemajuan berarti dari proses pembahasan instrumen buruh migran ASEAN yang dilakukan oleh ASEAN Committee on Migrant Workers. Dalam setiap putaran pembahasan, negara-negara penerima (terutama Malaysia dan Singapura) menyabotase mandat deklarasi dan selalu menghambat langkah yang lebih maju.

Dalam konteks Indonesia, pidato Presiden SBY juga mencerminkan keengganan pemerintah mengakui kontribusi buruh migran Indonesia. Bukannya memperjuangkan perlindungan buruh migran Indonesia dalam ASEAN Summit, Presiden SBY justru ikut serta menstigma Buruh Migran sebagai sumber masalah politik, sosial, dan keamanan di ASEAN. 

Dalam cita-cita membangun Komunitas ASEAN tahun 2015 dengan prinsip Satu Visi, Satu Identitas, dan Satu Komunitas. Prinsip ini mensyaratkan adanya ownership (rasa memiliki) dan inklusivitas (pelibatan seluruh elemen komunitas) yang mustahil terwujud jika tidak ada pengakuan terhadap kontribusi buruh migran di ASEAN. 

Namun, hingga ASEAN Summit ditutup pada 8 Mei 2011 tidak ada rekomendasi konkret untuk mengupayakan perlindungan hak-hak buruh migran ini di ASEAN. itu terbukti bahwa hak pekerja dan perlindungan bagi BMI masih di abaikan apa lagi bila di telisik dalam UU 39 2004 dari beberapa pasal yang ada tidak ada yang menekankan dari sisi perlindungan semata apa lagi kita berbicara roh tentang kebutuhan pokok dari pada BMI dan keluarganya.


Dan sungguh mengecewakan lagi ketika terhembus kabar bahwa moratorium khusus Negara Arab Saudi sudah mulai mau di Buka dan beberapa perjanjian MOU tentang perlindungan BMI sudah di sepakati tetapi bila di lihat apakah itu sudah benar-benar akan menjawab setiap persoalan yang ada sekarang ini, lihat berapa BMI yang tersiksa dan terancam hukuman Pancung dan beberapa lainya yang masih di penjara serta ratusan ribu BMI tersesat tak tau jalan pulang (Overstay). justeru sekarang dengan kebijakan KEMENAKER sangat menyesatkan dan Menggali lubang rakyatnya sendiri. Lemahnya posisi tawar poemerintah di mata negara lain sehingga yang di korbankan adalah Rakyatnya sendiri.

Editor: Nelly, SBMI SUMBAWA