Nuraini Tak Digaji 10 Tahun, Pulang Lumpuh

Nuraini Tak Digaji 10 Tahun, Pulang Lumpuh
Nurani melaporkan kasusnya ke ILO
SBMISUMBAWA, MATARAM - Dijanjikan upah yang tinggi oleh agen sponsor lokal, PT Alfindo Mas Buana untuk bekerja sebagai Buruh Rumah Tangga Migran di Negara Kuwait, Nuraini meninggalkan rumahnya di Sumbawa NTB pada bulan Oktober 2003. Dia bekerja sebagai buruh rumah tangga migran untuk majikan yang pertama sesuai dengan kontrak kerja. Selama 6 bulan pertama, dia masih dapat berkomunikasi dan 1 kali mengirimkan gaji ke keluarga di Sumbawa. 

Nuraini bekerja di majikan yang pertama selama 5 tahun dan memperpanjang paspor di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuwait pada bulan Juli 2008. Setelah itu, majikan yang pertama menyerahkan Nuraini ke majikan yang ke-2, tetapi paspor tetap dipegang oleh majikan yang pertama. Di majikan yang ke-2, Nuraini mendapatkan 3 kali ‘resident permit’ dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 tanpa persetujuan dari Nuraini. Pada tahun 2011, majikan yang ke-2 menyerahkan Nuraini kepada majikan yang ke-3 tanpa adanya ‘resident permit’ sebagai perpanjangan ijin tinggal kerja. Keluarga Nuraini yang kehilangan Nuraini sejak tahun 2004, menanyakan nasib Nuraini ke Disnakertrans Sumbawa dan kepada agen penyalur tetapi tidak menerima jawaban pasti.

Nuraini mengaku hanya menerima 1 kali gaji dari majikan yang pertama, dan tidak menerima gaji dari majikan yang ke-2 dan ke-3 walaupun dia selalu diminta menandatangani slip gaji setiap bulan. Pada majikan yang ke-3 setiap Nuraini meminta pembayaran gaji, selalu dijawab dengan pukulan dan penghinaan terhadapnya. Menurut pengakuannya, majikan kemudian mengikat kaki Nuraini dan menyekapnya di kamar mandi selama 6 bulan, karena Nuraini berusaha menyelamatkan diri.


Pada bulan September 2013, polisi Kuwait mendatangi rumah majikan dan membawa Nuraini ke rumah sakit Farwaniya. Dia menjalani perawatan selama 2 bulan di rumah sakit. Setelah itu Rumah Sakit menghubungi Kedutaan Besar Indonesia bahwa ada buruh migran Indonesia tanpa dokumen sedang menjalani perawatan. Staf Kedutaan mendatangani Nuraini, dan kemudian mengirim Nuraini kembali ke Jakarta setelah Rumah Sakit mengatakan bahwa Nuraini sudah bisa duduk di pesawat.

Dalam keadaan lumpuh, Nuraini pulang dengan pesawat dari Kuwait ke Jakarta dengan ditemani oleh staf Kedutaan. Setibanya di Bandara, staf Kedutaan menyerahkan Nuraini ke BNP2TKI. BNP2TKI menyarankan agar Nuraini segera dirawat tetapi Nuraini menolak karena dia sangat rindu untuk pulang ke rumah di Sumbawa. BNP2TKI kemudian menyerahkan Nuraini kepada 3 orang buruh migran yang berasal dari Sumbawa untuk menemani Nuraini pulang dari Jakarta ke Sumbawa dengan menggunakan bis.

Dalam keadaan lumpuh dan trauma berat, Nuraini pulang ke rumahnya di Sumbawa NTB. Kemudian keluarga Nuraini meminta bantuan SBMI dan membawa Nuraini ke Rumah sakit. Menurut rumah sakit di Sumbawa, Nuraini menderita Osteomyelitis of Vertebrata atau infeksi tulang karena luka dalam, tetapi menurut rumah sakit di Mataram, Nuraini menderita Osteosarcoma atau kanker tulang. Untuk memperpanjang hidup, Nuraini tidak hanya memerlukan kemoterapi dan amputasi, tetapi juga terapi akibat Post Traumatic Stress Disorder atau stress yang berkelanjutan akibat pengalaman mengerikan pada saat dia bekerja sebagai buruh migran.